Rabu, 29 April 2009

Profil Guru


NAMA : TRI ISTANTO, SE
TTL : WONOGIRI, 18 APRIL 1974
STATUS : MENIKAH
ALAMAT : NANGSRI RT 003 RW 005 LEBAK, PRACIMANTORO
NO TELP. : 085647081042
RIWAYAT PENDIDIKAN :
A. MI MUHAMMADIYAH PRACIMANTORO TAHUN 1986
B. MTs PPMI ASSALAAM SUKOHARJO TAHUN 1989
C. SMA AL ISLAM 1 SURAKARTA TAHUN 1992
D. S1 EKONOMI UNS 1999
E. AKTA MENGAJAR IV UNIVET BANTARA SUKOHARJO TAHUN 2007
TMT : 1 JULI 2006
JABATAN : WAKIL KASEK BIDANG ADM. DAN KEUANGAN
MAPEL YANG DIAMPU : MATEMATIKA, BAHASA INDONESIA DAN PKN

Profil Guru

Minggu, 26 April 2009

GURU BARU BAGI ANAK – ANAK INDONESIA BERNAMA TELEVISI


Sulit sekali bagi manusia sekarang untuk tidak terlepas dari televisi, hampir bisa dipastikan bahwa setiap rumah tangga memiliki “kotak ajaib” ini.
Keberadaan stasiun televisi sangat membantu untuk kebutuhan akses informasi (berita, iklan, propaganda, dll). Selan itu merupakan sarana hiburan tercepat dan termurah (film, musik, dan program-program hiburan lain). Satu hal penting adalah, point positif kehadiran TV tidaklah boleh melenakan kita untuk begitu saja permisif terhadap semua program TV.

Pernahkah kita berpikir bahwa tidak semua program televisi layak untuk dikonsumsi dan perlu filter (ketika sebuah program disaksikan oleh anak-anak).
Seorang anak berusia 5 tahun tentu akan bertanya suatu dialog yang tidak dia mengerti ketika menyaksikan tayangan sinetron dengan segmen orang dewasa. Misalnya saja ketika muncul kata (mohon maaf sebelumnya) “berhubungan badan” dari sebuah tayangan TV, mereka tidak tahu apa maksud frase tersebut, namun hal itu tetap perlu dijelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh mereka.

Pointnya adalah, bukan terletak pada keharusan bagi orang dewasa untuk menjelaskan apa yang tidak dimengerti oleh anak-anak (sudah barang tentu itu adalah kewajiban) akan tetapi pertanyaannya adalah “bijakkah kita membiarkan anak-anak menonton secara sembarangan program TV?” atau “bijakkah kita membiarkan anak-anak menonton televisi tanpa pendampingan?”

Banyak orangtua kurang paham bahwa menonton televisi terus menerus bisa menyebabkan kurangnya daya kreativitas anak dan membuat perkembangan sosial terganggu. Bahkan yang lebih parah, kegiatan ini bisa membuat anak menjadi asosial, karena terus menerus di depan televisi. Sehingga perlu dilakukan gerakan TV Sehat bagi keluarga dan masyarakat dalam rangka membangun keluarga sakinah. Ketua PP Aisyiyah Dra Hj Siti Noordjanah Djohantini MM MSi mengemukakan hal tersebut kepada wartawan di ruang kerja Jl KHA Dahlan. Pertemuan dilaksanakan terkait diselenggarakannya seminar nasional dan TOT “Gerakan Melek Media Menuju Keluarga Sakinah”. (Kedaulatan Rakyat, 11 Januari 2008)

Mari kita tengok sejenak hasil penelitian dari Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA) pada tahun 2006 terhadap 939 anak darilima sekolah dasar di Jakarta dan Bandung seperti dikutip dari kapanlagi.com. Hasilnya adalah;
• Anak-anak menonton televisi 3,5 jam sehari pada hari biasa dan lima jam sehari pada hari libur.
• Anak menonton sekitar 30-35 jam seminggu, atau 4,5 jam sehari sehingga dalam setahun mencapai kurang lebih 1.600 jam.
• jumlah hari sekolah yang hanya 185 hari dalam setahun :
- lima jam per hari untuk kelas 4-6 SD
- tiga jam untuk kelas 1-3 SD
- rata-rata anak belajar di sekolah dalam setahun hanya 740 jam
Bisa dilihat bahwa ternyata anak-anak Indonesia rata-rata lebih banyak menghabiskan waktu di depan televisi dari pada belajar (akademik). Untuk mendukung artikel ini, akan saya kutipkan pula artikel sejenis dari dari sumber lain.

Berikut ini adalah artikel tentang tayangan TV dan pengaruhnya pada kekerasan yang saya kutip dari radmarssy.wordpress.com/ dan eramuslim/swaramuslim.org

Hasil penelitian oleh Dr. Leonard Eron dan Dr. Rowell Huesmann dari University of Michigan menunjukkan, anak yang menghabiskan waktu dengan menonton TV cenderung lebih agresif. Apalagi kalau yang ditontonnya adalah tayangan yang buruk dan penuh dialog kasar. Anak bisa terdorong untuk melakukan hal yang sama.

Sementara itu, Mary Win dalam bukunya The Plug-In-Drug dan Unplugging The Plug-In-Drug mengungkapkan sejumlah dampak menonton televisi bagi anak-anak. Antara lain bisa menimbulkan ketagihan dan ketergantungan serta pola hidup konsumtif di kalangan anak-anak. Anak-anak akan merasa pantas untuk menuntut apa saja yang ia inginkan, alias anak akan menuntut gaya hidup borju.

Psikolog yang biasa mengasuh rubrik Anda dan Buah Hati di sebuah majalah keluarga, Evi Elvianti pada eramuslim mengungkapkan, dari tayangan TV seorang anak bisa meniru pola-pola perilaku baru yang bisa mereka pelajari. Dan yang memprihatinkan pola-pola perilaku baru itu kebanyakan yang bersifat negatif. Karena buat seorang anak, ketika ia menonton TV, yang ia serap hanyalah bentuk tayangan atau tampilannya saja.

“Karena usia mereka belum mampu untuk menangkap nilai moral apa sebenarnya yang ingin disampaikan dari tayangan tersebut. Biar bagaimanapun, unsur hiburan menjadi alasan utama bagi anak-anak ketika melihat sebuah tayangan tivi,” jelas Evi.
Evi sependapat kalau menonton tv bisa menjadi candu bagi anak-anak. Namun Evi lebih menekankan dampak kecanduan ini hanya bagi anak-anak yang tidak punya alternatif kegiatan lain di rumah. Padahal menurut Evi, tidak sulit untuk memberikan kegiatan alternatif pada anak-anak agar tidak mengisi waktu luangnya hanya dengan menonton tivi. Misalnya, setelah satu jam menonton TV, si anak diajak bermain dengan kakaknya, kemudian membantu ibunya.

Terlepas dari baik buruknya tayangan televisi yang ditonton seorang anak, pola menonton tivi yang tidak terkontrol akan menimbulkan dampak psikologis bagi anak-anak.

“Yang pertama, ketrampilan anak jadi kurang berkembang. Usia anak adalah usia dimana si anak sedang mengembangkan segala kemampuannya seperti kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dengan orang lain dan kemampuan mengemukakan pendapat. Dampak lainnya, disadari atau tidak, perilaku-perilaku yang dilihat di TV akan menjadi satu memori dalam diri si anak dan akibatnya si anak menjadi meniru yang bisa berkembang menjadi karakter pribadinya di kemudian hari, kalau tidak segera diantisipasi,” papar Evi.

Jadi jangan heran, kalau orangtua melihat tingkah anaknya yang kasar atau suka mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas diucapkan, meski orang tua setengah mati meyakinkan bahwa mereka tidak pernah mendidik anaknya seperti itu. Bisa jadi, itu akibat pola menonton tv yang tidak terkontrol.
Psikolog Evi Elvianti mengungkapkan, untuk usia anak-anak sampai 12 tahun, rentang waktu menonton tivi hanya 1 jam saja. Evi juga mengingatkan, anak-anak di bawah usia 2 tahun, sebaiknya jangan dibiasakan menonton televisi.

Dampak pola menonton televisi yang tidak terkontrol sudah terlihat di kalangan anak-anak. Kepala Bagian Kajian Anak dan Media Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia-YKAI Guntarto mengungkapkan, anak- anak sekarang mengalami kesulitan konsentrasi dalam tingkat yang cukup mengkhawatirkan.
“Di kepala anak-anak itu dunianya betul-betul sudah dunia TV. Mereka jadi malas belajar dan malas berkompetisi,” ujarnya.

Untuk sementara ini, karena belum ada regulasi yang jelas soal kriteria tayangan televisi, Guntarto menilai peran orang tua menjadi penting. YKAI juga menyarankan, agar waktu menonton tivi bagi anak-anak tidak lebih dari 2 jam. Untuk itu YKAI pernah menyarankan agar tayangan program anak di televisi untuk pagi hari dimulai dari jam 7 sampai jam 9 pagi, dan untuk sore hari mulai jam 3 sampai maksimal jam 6 sore.

Di Indonesia, menurut penelitian YKAI, anak-anak menghabiskan waktu sampai 35 jam per minggunya untuk menonton televisi. “Artinya rata-rata per harinya anak-anak menonton televisi selama 5 jam. Kalau kebiasaan menonton televisi sudah dibiasakan sejak kecil, kesulitan konsentrasi akan menjadi hal yang menakutkan dan bisa terbawa sampai dewasa. Selain itu juga akan mengurangi pemahaman anak-anak tentang bagaimana meraih kesuksesan. Di TV mereka selalu melihat orang kaya, cantik, sehingga mereka tidak mengetahui bagaimana sesungguhnya dalam kehidupan nyata mencapai proses seperti itu,” papar Guntarto.

Sama seperti Guntarto, Psikolog Evi Elvianti menekankan pentingnya peranan seluruh anggota keluarga untuk mengontrol pola menonton TV bagi anak-anaknya. Caranya, orang tua bisa menetapkan dan mensosialisasikan pada seluruh keluarga termasuk pembantu rumah tangga, tentang aturan main waktu menonton televisi.
“Orang tua juga bisa mengintensifkan komunikasi dengan anak-anaknya di rumah melalui telepon misalnya, dan menanyakan acara tivi apa yang sedang si anak tonton pada saat itu,” ujar Evi.

Jadi sebetulnya, anak-anak ini sekarang telah memiliki “pengasuh/pendidik/pengajar/guru (atau sebutan sejenis)” yang baru, yaitu TELEVISI. Sekarang tinggal bagaimana sikap para orangtua, guru, dan semua komponen bangsa ini terhadap masalah diatas, relakah mereka ini “diduakan” oleh anak-anak dengan televisi.(averochme'09).

Kamis, 23 April 2009

SISWA BINTANG


"Saya bangga menjadi siswa SD Muh. Program Khusus Pracimantoro" kata Laksmita Wijayanti, siswa kelas 3. Mita, demikian sehari-hari ia dipanggil, adalah anak kedua dari Bapak Suyanto, S.Pd dan Ibu Dra.Iva Unaizah. Sejak kelas dua hingga kini kelas tiga, ia menempati ranking pertama. Menurutnya, belajar di SD MPK menggembirakan. Selain ustadz-ustadznya disiplin, akrab dengan semua murid, sekaligus pintar dalam mengajar, dan suasana sekolahnya juga islami. Demikian komentar mbak Mita, ketika ditanya tentang sekolahnya. Menguraikan bagaimana kegiatannya di rumah, siswa yang dikenal dekat dengan teman-temannya ini menjelaskan; pagi-pagi saya sholat subuh, mandi, sarapan, dan berangkat sekolah. Sepulang sekolah jam 14.30, saya istirahat/ tidur siang. Sorenya jam 16.00 setelah mandi dan shalat Ashar saya belajar sama ibu. Saya juga tidak pernah melihat tv kecuali hari Ahad. Hebat ya teman kita ini, yoo kita tiru bersama.

Kamis, 16 April 2009

PENDAFTARAN SISWA BARU

SD MUHAMMADIYAH PROGRAM KHUSUS pada tahun ajaran 2009-2010 membuka pendaftaran siswa baru, yang diawali dengan penitipan foto copy akte kelahiran yang insya Allah akan diselenggarakan pada:

Waktu
Gel. I : tgl. 1 Maret – 30 April 2009.
Gel. II : tgl. 1 Mei – 30 Juni 2009.

Tempat
Kampus I, SD Muh. Program Khusus Jl.Taruna HS Km.0,3 (Depan KUA) Pracimantoro

Waktu
Jam Kerja (Pukul 08.00–14 00 WIB).

Tes seleksi
Seleksi kepada calon siswa dan wali siswa akan dilaksanakan bersamaan dengan waktu pendaftaran.

Syarat Pendaftaran
1. Telah mencapai usia kematangan sekolah (kurang lebih 6 tahun)
2. Mengisi formulir yang telah disediakan panitia
3. Seleksi wawancara (untuk penempatan kelompok).

kontak person : Eni : 0273 – 5328435 / 081931724577

buruan ndaftar....... tempat terbatas 60 calon siswa pendaftar pertama..

PUISI SISWA : AFIDA, KELAS 3


BUNGA

Oh bunga
Bunga kau sangat indah
Baumu ada yang harum dan ada yang tidak harum
Aku slalu menyiramimu biar kamu selalu subur dan juga segar
Kalau kau layu aku akan sedih
Aku akan selalu merawatmu
Bunga, semua perempuan menyukaimu
Kadang wanita memetikmu untuk hiasan kepala atau di pegang

Oh bunga
Jangan kau tingalkan aku
Karena aku menyukaimu

Karya:Afida sabilil hikma

SEMINAR PARENTING



Tepatnya tanggal 26 Maret lalu, SD Muhammadiyah Program Khusus (SDMPK) Pracimantoro bekerjasama dengan Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), menyelenggarakan seminar regional Parenting (Tentang menjadi orang tua) dengan tema "Mengenal Dunia Anak". Acara yang melibatkan seluruh stake holder SDMPK antara lain; dewan ustadz/guru, wali murid, yayasan, pemerintah setempat, dan tokoh masyarakat tersebut, menghadirkan nara sumber; Ibu Sri Lestari,S.Psi, M.Si, KH.Drs.Marpuji Ali, M.Si, (keduanya dosen UMS) dan Drs. Agus Wahyu, M.Ag, dosen STAIN Surakarta, sekaligus Kepala Sekolah SDMPK. Selain dilaksanakan diskusi/seminar, acara tersebut juga dibarengi dengan praktek nyata pendampingan orang tua disaat anak belajar.
Kegiatan tersebut dilatari oleh fenomena besarnya peran dan pengaruh orang tua dalam mensukseskan pendidikan anak-anak mereka. Kebanyakan anak yang "berkelakuan lain" di SDMPK berlatarbelakang keluarga yang kurang harmonis, dan efeknya kurang perhatian terhadap anak. Selain itu, fenomena dominan di masyarakat kita menunjukkan bahwa orang tua lebih mementingkan pekerjaan mereka dari pada memperhatikan anak. Belum lagi seringnya terjadi kekerasan fisik terhadap anak yang banyak dilakukan oleh orang tua; baca: ibu kandung terhadap anaknya. Oleh karena itu para pemakalah merekomendasikan semua orang tua untuk memperhatikan pendidikan anak mereka. "Sayang tidak atau belum ada sekolah orang tua" kata Ibu Sri, yang sekarang sedang menekuni thema parenting ini untuk desertasinya. Bagaimana komentar para peserta? "Kegiatan ini sangat bermanfaat, oleh karenanya perlu dibuat rutin", komentar beberapa hadirin.
Selama ini dalam pertemuan rutin bulanan wali murid, SDMPK sering kaling mengadakan acara serupa. Sehingga bukan hanya murid yang jadi fokus pendidikan SDMPK, tetapi juga orang tua dan masyarakat.

Rabu, 15 April 2009



Untuk memaksimalkan kualitas kegiatan belajar mengajar (KBM), SD Muhammadiyah Program Khusus Pracimantoro menyelenggarakan berbagai metode pembelajaran. Selain pembelajaran di kelas, juga diselenggarakan fieldtrip (kunjungan lapangan). Seperti belum lama ini diadakan kunjungan ke Polsek Pracimantoro dan pabrik tahu. Kegiatan tersebut dilakukan dengan tujuan agar siswa dapat mengenal dan memahami secara langsung serta konkrit hal-hal penting yang ada di lingkungan mereka, sehingga beberapa pelajaran dapat secara langsung digunakan untuk memahami kenyataan tersebut. Misalnya mengenal siapa polisi, apa tugasnya, apa saja menfaat keeradaanya bagi masyarakat.
Begitu juga di perusahaan tahu, siswa dapat mengaplikasikan matematika waktu menimbang bahan tahu, dan menghitung jadi berapa potong tahu. Sain juga dapat secara langsung digunakan untuk mengamati proses perubahan biji kedelai hingga menjadi tahu. Lebih dari itu dengan belajar di luar kelas, para siswa belajar dengan penuh kegembiraan dan suka ria. soo... sekolah di SD Muhammadiyah PK asooiiii.... ya..

Tapak Suci Kami


Meski masih kecil, mereka jagoan. Siapa mau lawan???? hehehehe